Jumat, 03 September 2010

Materi 3. HAM dan Sejarah (Pengajar: Prof. Dr. Martino Sardi)


PENGANTAR

Sejarah adalah peristiwa masa lalu yang diceritakan kembali dengan dasar bukti-bukti. Jadi, sejarawan bertugas merekonstruksi konstruksi peristiwa masa lalu. Dalam sejarah kritis, ketaatan terhadap bukti dan metode menjadi hal mutlak. Dan itu masih dianut dan menjadi keharusan dalam studi sejarah di berbagai universitas di dunia. Tetapi, karena saat ini sejarah bukanlah konsumsi akademisi saja, melainkan konsumsi masyarakat luas, maka kepentingan atas sejarah kritis adalah kepentingan seluruh segi sosial terutama masyarakat.

Namun, sejarah kritis yang kami maksud dalam surat ini sedikit berlainan dengan makna tersebut. Meski sejarawan taat terhadap bukti dan metode, senyatanya proses kerja sejarawan tidaklah bebas nilai. Mengapa demikian? Karena sejarah bekerja pada wilayah manusia, artinya yang dilihat adalah masa lalu manusia di mana ideologi, politik, kekuasaan/kepentingan selalu menjadi kodrati manusia dalam dunia. Usaha mempertahankan ataupun menghancurkan ideologi, politik, kekuasaan / kepentingan selalu ada dalam kehidupan. Jikalau demikian, maka narasi sejarah berpeluang besar untuk menjadi media dalam hal ini.

Indonesia memiliki pengalaman selama ini bagaimana nilai kekuasaan dari negara berperan besar dalam narasi sejarah yang dibuat. Sehingga narasi lain yang tidak sesuai akan disirnakan, sejarawannya dibungkam. Era reformasi 12 tahun terakhir, bangsa ini telah mencoba mengembangkan demokrasi nir otoriter. Sehingga kebebasan berpendapat termasuk pendapat narasi sejarah dijamin. Maka muncullah narasi-narasi sejarah yang menyuarakan pihak-pihak yang selama ini terpinggirkan, yang selama ini mendapatkan perilaku tidak hal, yang selama ini terlanggar hak asasi manusianya.

Hak asasi manusia dan narasi sejarah nampaknya bagai dua irisan yang berhubungan. Narasi sejarah dapat menjadi semacam pledoi bagai korban-korban pelanggaran HAM masa lalu. Demikian juga, narasi sejarah tidak menutup kemungkinan dapat juga menjadi musuh dari perjuangan HAM itu sendiri. Demikian, sehingga narasi sejarah tidak bebas nilai. Sebagai pledoi, ia memuat nilai-nilai perjuangan kemanusiaan, perjuangan penegakan HAM. Sebagai kontra perjuangan HAM, ia memuat nilai-nilai kekuasaan yang anti kemanusiaan.

Kegelisahan kami merupakan representasi kegelisahan masyarakat. Masyarakat menginginkan narasi sejarah yang memberikan pembelajaran kehidupan di mana nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi sekaligus memperjuangkan apa yang disebut hak asasi manusia dan memenuhi keadilan publik. Bagaimana menjamin ketersediaannya narasi sejarah yang seperti itu bagi masyarakat? Salah satu jalan adalah memeriksa kembali narasi-narasi sejarah serta di balik narasi-narasi tersebut untuk selanjutnya menjadi pemahaman masyarakat luas. Pemeriksaan tersebut kami sebut berada dalam Ruang Sejarah Kritis

PELAKSANAAN

Hari / Tgl     :  Jumat, 05 November 2010
Pukul          :  16.00-18.00
Tempat       :  Multiculture Campus Realino
                     Kompleks Lembaga Studi Realino
                     Mrican, Yogyakarta.
Pengajar     :  Prof. Dr. Martino Sardi
                     (Kepala Pusat Studi HAM dan Demokrasi UAJY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar