PENGANTAR
Sejarah adalah peristiwa masa lalu yang diceritakan kembali dengan dasar bukti-bukti. Jadi, sejarawan bertugas merekonstruksi konstruksi peristiwa masa lalu. Dalam sejarah kritis, ketaatan terhadap bukti dan metode menjadi hal mutlak. Dan itu masih dianut dan menjadi keharusan dalam studi sejarah di berbagai universitas di dunia. Tetapi, karena saat ini sejarah bukanlah konsumsi akademisi saja, melainkan konsumsi masyarakat luas, maka kepentingan atas sejarah kritis adalah kepentingan seluruh segi sosial terutama masyarakat.
Namun, sejarah kritis yang kami maksud dalam surat ini sedikit berlainan dengan makna tersebut. Meski sejarawan taat terhadap bukti dan metode, senyatanya proses kerja sejarawan tidaklah bebas nilai. Mengapa demikian? Karena sejarah bekerja pada wilayah manusia, artinya yang dilihat adalah masa lalu manusia di mana ideologi, politik, kekuasaan/kepentingan selalu menjadi kodrati manusia dalam dunia. Usaha mempertahankan ataupun menghancurkan ideologi, politik, kekuasaan/kepentingan, selalu ada dalam kehidupan. Jikalau demikian, maka narasi sejarah berpeluang besar untuk menjadi media dalam hal ini.
Indonesia memiliki pengalaman selama ini bagaimana nilai kekuasaan dari negara berperan besar dalam narasi sejarah yang dibuat. Sehingga narasi lain yang tidak sesuai akan disirnakan, sejarawannya dibungkam. Era reformasi 12 tahun terakhir, bangsa ini telah mencoba mengembangkan demokrasi nir otoriter. Sehingga kebebasan berpendapat termasuk pendapat narasi sejarah dijamin. Maka muncullah narasi-narasi alternatif selain milik negara. Pada gilirannya, ada sebagian kalangan menyebut sejarah alternatif sebagai usaha pelurusan sejarah Indonesia. Kita dapat mengambil contoh misalnya Dr. Asvi Warman Adam yang menulis sejarah bergenre korban. Asvi sering berujar bahwa usahanya adalah meluruskan sejarah Indonesia yang selama ini dibelokan atau didominasi oleh negara.
Istilah pelurusan sejarah sempat menjadi perdebatan ramai dikalangan sejarawan. Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan istilah tersebut. Masing-masing punya alasan. Yang pro menyatakan bahwa telah terjadi pembelokan sejarah sehingga harus diluruskan. Yang kontra berpendapat bahwa selama dapat memunculkan bukti baru, maka sejarah dapat diperbaharui. Toh, masing-masing memiliki perspektifnya sendiri. Tetapi pro kontra tersebut tidak merubah posisi bahwa narasi sejarah tidak pernah final, sehingga terbuka selalu peluang pembuatan narasi baru, dengan atau tanpa istilah pelurusan sejarah. Dengan begitu, maka akan muncul apa yang disebut dialog sejarah, dialog kemanusiaan.
Kegelisahan kami merupakan representasi kegelisahan masyarakat. Masyarakat menginginkan narasi sejarah yang memberikan pembelajaran kehidupan. Bagaimana menjamin ketersediaannya narasi sejarah yang seperti itu bagi masyarakat? Salah satu jalan adalah memeriksa kembali narasi-narasi sejarah serta di balik narasi-narasi tersebut untuk selanjutnya menjadi pemahaman masyarakat luas. Pemeriksaan tersebut kami sebut berada dalam Ruang Sejarah Kritis.
PELAKSANAAN
Hari / Tgl : Jumat, 29 Oktober 2010
Pukul : 16.00-18.00
Tempat : Multiculture Campus Realino
Kompleks Lembaga Studi Realino
Mrican, Yogyakarta.
Pengajar : Dr. Anton Haryono, M.Hum.
(Staf Pengajar Universitas Sanata Dharma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar